Kamis, 20 Oktober 2016

Review Jurnal Etika Profesi


Judul Jurnal
Pengaruh Gender, Pemahaman Kode Etik Profesi Akuntan Terhadap Auditor Judgment
Volume / Halaman
Vol.1.No.1, September 2010
Nama Penulis
Ery Wibowo, SE, M.Si, Akt
Tahun Jurnal
2010
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah gender memiliki pengaruh dalam tingkat pemahaman etika profesi dan apakah etika profesi memiliki pengaruh terhadap pertimbangan auditor (auditor judgment)
Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data melalui survei di lapangan. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ada di kota Semarang.
Variabel Penelitian
Pengaruh Gender, Pemahaman Kode Etik Profesi Akuntan
Hasil Penelitian
Dari hasil pengujian dengan Uji beda T-Test,maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis pertama diterima. Alasannya karena, secara statistic apabila dilihat signifikansi dari nilai t sebesar 0,001 lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan pemahaman kode etik yang signifikan antara auditor perempuan dibandingkan dengan auditor laki-laki.

Sementara itu pada hipotesis ke dua, pengujian pengaruh pemahaman kode etik terhadap auditor judgment dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan hasil yang signifikan
terhadap auditor judgment. Hal ini dapat dilihat pada nilai signifikansinya sebesar 0,002 yang lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda secara individual dapat disimpulkan bahwa hipotesis Hipotesis kedua diterima. Hal ini mengindikasikan bahwa Semakin baik pemahaman auditor mengenai kode etik maka semakin baik pertimbangan yang dilakukan pada saat melaksanakan audit.

Dengan demikian, seorang auditor yang bertindak baik atau etis dalam melaksanakan tugasnya adalah auditor yang memenuhi kewajibannya, yaitu patuh terhadap kode etik akuntan akan meningkatkan kemampuan menilai ada tidaknya permasalahan etika pada lingkungan pekerjaannya, serta membuat pertimbangan-pertimbangan di dalam mengambil tindakan yang dapat dibenarkan secara etika. Dengan patuh terhadap kode etik akuntan, seorang auditor diharapkan dapat bertindak secara profesional. Salah satu satu tindakan yang profesional adalah tindakan yang dapat dibenarkan secara
etika.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji statistic yang dilakukan yaitu uji beda dengan t-testdan uji hubungan dengan regresi berganda, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Semakin baik pemahaman auditor mengenai kode etik maka semakin baik pertimbangan yang dilakukan pada saat melaksanakan audit.
2.      Ada beda pemahaman kode etik antara auditor perempuan dengan auditor laki-laki.
Pendapat Mengenai Jurnal
Menurut saya jurnal ini masih memiliki kekurangan yaitu penelitian ini menyelidiki pengaruh pemahaman kode etik dan
pengalaman terhadap auditor judgment dengan menggunakan survey sehingga kurang bisa dipergunakan untuk melihat perbedaan yang jelas untuk masing-masing responden. Selain itu model penelitian hanya dapat menjelaskan sebesar 30%. Terlihat dari jumlah adjusted R square yang hanya 0,300. Saran saya sebaiknya penelitian ini menggunakan metode eksperimen sehingga perbedaan perlakuan responden dapat terlihat dengan jelas. Tetapi, menurut saya jurnal ini juga sudah baik karena setelah penelitian penulis sudah menjalaskan bagaimana menjadi seorang auditor yang bertindak baik atau etis dalam melaksanakan tugasnya. Meskipun memiliki perbedaan kode etik antara auditor perempuan dengan auditor laki-laki, tetapi saya harap auditor laki-laki bisa lebih baik lagi seperti auditor perempuan dan auditor perempuan juga diharapkan dapat memaksimalkan kinerjanya. Selain itu bagi auditor, diharapkan agar menempatkan auditor sesuai dengan pengalaman dan kemampuan teknis sehingga dapat membuat auditor judgment secara profesional.


Minggu, 02 Oktober 2016

Etika Profesi



Pada kali ini saya akan membahas mengenai etika profesi. Sebelum mengetahui apa itu etika profesi lebih dalam, mari kita bahas satu-satu terlebih dahulu dimulai dari apa itu etika, selanjutnya apa itu profesi, dan apa itu etika profesi.

Kata etika berasal dari dua kata Yunani yang hampir sama bunyinya, namun berbeda artinya. Pertama berasal dari kata ethos yang berarti kebiasaan atau adat, sedangkan yang kedua dari kata ethos, yang artinya perasaan batin atau kencenderungan batin yang mendorong manusia dalam perilakunya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen P dan K, 1988), etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti sebagai berikut.
1.      Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2.      Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3.      Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan/ masyarakat.

Sedangkan profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu.

Jadi etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.

Peran etika profesi dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah penting, maka etika profesi memiliki beberapa fungsi. Fungsi Etika Menurut Bertens, (1994) yaitu:
1.      Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang/suatu kelompok masyarakat dalam mengatur perilakunya;
2.      Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik;
3.      Etika mempunyai arti bagi ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral.

Ada dua macam etika profesi, diantaranya yaitu pertama etika deskriptif. Etika deskriptif yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil. Kedua adalah etika normatif. Etika normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Etika Normatif juga memberi penilaian sekaligus member norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan dilakukan.

Dua istilah, yaitu etika dan etiket dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang diartikan sama, dipergunakan silih berganti. Kedua istilah tersebut memang hampir sama pengertiannya, tetapi tidak sama dalam hal titik berat penerapan atau pelaksanaannya, yang satu lebih luas dari pada yang lain.

Istilah etiket berasal dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan, yang lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu undangan yang dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah etiket lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakaian, cara menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.

Etiket juga merupakan aturan-aturan konvensional melalui tingkah laku individual dalam masyarakat beradab, merupakan tatacara formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status social masing-masing individu.

Diatas dikatakan bahwa etiket merupakan kumpulan cara dan sifat perbuatan yang lebih bersifat jasmaniah atau lahiriah saja. Etiket juga sering disebut tata krama, yakni kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia setempat. Tata berarti adat, aturan, norma, peraturan. Sedangkan krama berarti sopan santun, kebiasaan sopan santun atau tata sopan santun. Sedangkan etika menunjukkan seluruh sikap manusia yang bersikap jasmaniah maupun yang bersikap rohaniah. Kesadaran manusia terhadap kesadaran baik buruk disebut kesadaran etis atau kesadaran moral.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian dari etiket adalah tata aturan pergaulan yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkahlaku pada anggota masyarakat tersebut.

Dari uraian diatas, mengenai perbedaan etika dan etiket, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Etika berlaku kapanpun, baik dalam pergaulan dengan orang lain maupun dalam kehidupan pribadi. Dengan kata lain, etika berlaku bagi siapa saja meskipun tidak ada orang yang menyaksikan. Sebagai contoh, mencuri adalah perbuatan yang dilarang, meskipun ketika melakukan hal itu tidak ada orang lain yang menyaksikan. Contoh lain, ketika kita meminjam suatu barang, maka barang tersebut nantinya harus tetap dikembalikan, meskipun pihak yang meminjamkan lupa.

Sedangkan etiket hanya berlaku dalam pergaulan saja, artinya etiket hanya berlaku ketika ada orang lain yang menyaksikan perbuatan yang kita lakukan, dan ketika tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Sebagai contoh, mengangkat kaki ke atas meja, bersendawa, maupun berbicara ketika sedang makan bersama orang lain dianggap perbuatan (cara makan) yang tidak sopan dan melanggar etiket dan tidak boleh dilakukan. Akan tetapi ketika jika perbuatan tersebut dilakukan ketika sedang sendirian (tidak ada saksi mata) maka cara makan yang demikian itu tidaklah melanggar etiket dan boleh dilakukan.

Contoh lain, buang angin ketika sedang bersama orang lain meskipun tidak bersuara dan tidak berbau merupakan perbuatan yang tidak sopan, akan tetapi jika buang angin meskipun mengeluarkan suara dan berbau akan tetapi pada saat itu tidak sedang bersama orang lain, maka hal itu tidaklah melanggak etiket.

2.      Etika bersifat absolut, artinya etika memiliki ketentuan atau prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, di mana perbuatan baik mendapatkan pujian, sedangkan perbuatan buruk harus mendapatkan sanksi atau hukuman. Sebagai contoh, larangan untuk membunuh, dan larangan mencuri, di mana ketika seseorang melakukan pembunuhan atau pencurian, maka ia harus mendapatkan sanksi atau hukuman.

Sedangkan Etiket bersifat relative, artinya sesuatu yang menurut suatu budaya dianggap sebagai hal yang tidak sopan, akan tetapi belum tentu budaya lain memiliki anggapan yang sama. Bisa saja hal itu dianggap sebagai hal yang wajar atau hal yang sopan. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan makan tanpa menggunakan sendok maupun garpu alias makan dengan menggunakan tangan, bagi sebagian kalangan dianggap sebagai hal yang wajar dan tidak apa-apa dilakukan. Akan tetapi bagi sebagian kalangan lainnya menganggap hal itu sebagai perbuatan yang tidak sopan.


3.      Etika berkaitan dengan cara dilakukannya suatu perbuatan yang sekaligus memberikan norma dari perbuatan itu sendiri. Contoh : Mengambil barang-barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya merupakan suatu perbuatan yang dilarang, karena perbuatan tersebut sama saja dengan mencuri.

Sedangkan Etiket berkaitan dengan tata cara dari suatu perbuatan yang harus dilakukan oleh manusia. Contoh : ketika menyerahkan sesuatu kepada orang lain, hendaknya perbuatan itu dilakukan dengan menggunakan tangan kanan. Dan jika perbuatan tersebut dilakukan dengan tangan kiri, maka dianggap telah melanggar etika.


4.      Etika memandang manusia dari segi dalam (bathiniah).
Sebagai contoh, orang yang benar-benar baik, tentu ia akan bersikap etis. Dan jika orang itu bersikap etis, maka mustahil ia memiliki sifat munafik. Contoh lain, seseorang yang telah mencuri tetap saja dianggap sebagai pencuri, meskipun ia memiliki tutur kata yang baik.

Lain halnya dengan etiket, di mana etiket memandang seseorang dari segi luarnya (secara lahiriyah), artinya meskipun seseorang selalu berpegang pada etiket, akan tetapi ia bisa saja bersifat munafik. Sebagai contoh, akhir-akhir ini banyak sekali serigala berbulu domba, di luar tampak baik, akan tetapi di dalam hatinya menyimpan berbagai macam niat buruk. Contoh lain, sekarang ini, banyak sekali orang-orang yang memiliki penampilan serta tutur kata yang baik, akan tetapi ternyata hal itu digunakan untuk mengelabuhi orang lain agar niat dan tindak kejahatnya bisa berhasil.
 
Dari uraian perbedaan etika dan etiket tersebut, jelaslah bahwa etika adalah yang utama dan mendasar untuk membentuk sikap dan perilaku untuk selanjutnya apabila didukung oleh pengalaman etiket yang baik, maka sikap dan perilaku tersebut akan sempurna.

Apabila telah mempunyai etika yang baik tetapi tidak didukung oleh etiket yang baik pula, maka kita akan gagal karena secara lahiriah kita kurang disenangi, dihormati atau dihargai oleh orang lain. Akan tetapi sebaliknya, apabila kita hanya mengamalkan etiket yang baik tanpa didukung dengan etika, maka dalam jangka waktu yang pendek kita akan tampak berhasil, karena kita telah berhasil memanipulasi nurani, batin kita dengan penampilan lahiriah yang meyakinkan, sehingga kita akan dihargai, dihormati, dan disenangi. Agar kita dapat dihargai dan disenagi orang lain sepanjang masa, maka kita harus dapat mengamalkan secara bersama-sama antara etika dan etiket.

Meskipun etika profesi diatur sedemikian rupa tidak sedikit yang melanggar etika profesi itu sendiri. Ada faktor - faktor yang mempengaruhi pelanggaran etika, yaitu pertama kebutuhan individu. Sebagai contoh, cara berpakaiaan yang tidak sopan dan melanggar lalu lintas demi kebutuhan yang mendesak. Kedua tidak ada pedoman, sebagai contoh seseorang individu tidak mengetahui aturan yang berlaku di sekitarnya. Ketiga perilaku kebiasaan individu, sebagai contoh kebiasaan buruk sering dibawa-bawa kedalam kehidupan sehari-hari. Keempat lingkungan tidak etis, sebagai contoh lingkungan yang tercemar. Dan kelima perilaku orang yang ditiru, sebagai contoh mengikuti gaya bertato dan tindik di telinga bagi laki-laki.

Dengan adanya pelanggaran etika maka dibuatlah sanksi. Sanksi ini dapat berupa sanksi sosial dan sanksi hukum. Pertama, adalah sanksi sosial, sanksi ini biasa diberikan oleh masyarakat tanpa melibatkan pihak berwenang seperti sanksi ganti rugi dan pengucilan dari masyarakat sekitar. Kedua, sanksi hukum, sanksi ini diberikan oleh pihak berwenang, dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat seperti kasus korupsi dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata.

Setelah kita mengetahui semua tentang etika profesi untuk dapat lebih dimengerti yuk kita simak satu kasus etika profesi dibawah ini.

Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih  pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam  pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini. Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan  pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang  berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi  pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.

 PT KAI sebagai suatu lembaga memang memiliki kewenangan untuk menyusun laporan keuangannya dan memilih auditor eksternal untuk melakukan proses audit terhadap laporan keuangan tersebut. Tetapi, PT KAI tidak boleh mengabaikan dimensi organisasional  penyusunan laporan keuangan dan proses audit. Ada hal mendasar yang harus diperhatikannya sebagai wujud penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta  prosesnya harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya, dalam hal ini PSAK dan SPAP. Selain itu, auditor eksternal wajib melakukan komunikasi secara  benar dengan komite audit yang ada pada PT Kereta Api Indonesia guna membangun kesepahaman (understanding) diantara seluruh unsur lembaga. Selanjutnya, soliditas kelembagaan diharapkan tercipta sehingga mempermudah penerapan sistem pengendalian manajemen di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang perwujudan tanggung  jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu pengampu kepentingan.

Sumber: