Bisnis Retail yang Sangat Signifikan
Terhadap Perkembangan Konsumen
Disusun Oleh
Nama : Annisa Hidayati Amal
Kelas : 1EB18
NPM : 21213136
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
S1 – AKUNTANSI
2014
Daftar
Isi
Daftar
Isi…………………………………………………………………………………………..1
Pendahuluan
1.1.
Latar
Belakang…………………………………………………………………..2
1.2.
Tujuan…………………………………………………………………………….4
1.3.
Rumusan
Masalah………………………………………………………………4
Pembahasan
2.1.
Perkembangan Industri Ritel Terkini……………………………………………..5
2.2. Perilaku Konsumen Secara Umum Terhadap Bisnis
Retail……………………...5
2.3. Pengaruh Bisnis Retail Terhadap Konsumen…………………………………….5
2.4. Perkembangan Pasar (Toko) Modern dan
Tradisional…………………………...6
2.5.
Faktor-Faktor Nilai Konsumen…………………………………………………..6
2.6. Strategi
Pemasaran Ritel terhadap Kepuasan dan Loyalitas Konsumen………...7
Daftar
Pustaka………………………………………………………………………………..12
Bab 1. Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Pesatnya perkembangan persaingan
bisnis mengakibatkan peritel menyadari upaya untuk mempertahankan pelanggan
tidak hanya cukup dengan menawarkanproduk dengan kualitas yang lebih baik,
harga yang kompetitif , menciptakan rasa puasdan memberikan pelayanan yang
lebih bagi konsumen. Distro Hube merupakan salahsatu distro yang berbentuk
ritel modern di Denpasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh bauran pemasaran ritel terhadap kepuasan konsumen dan
orientasiberbelanja pada Distro Hube Denpasar. Dengan menggunakan
metode purposivesampling
sehingga diperoleh sebanyak 120 responden. Teknik analisa data yangdigunakan
adalah teknik analisa jalur. Hasil penelitian yang diperoleh melalui
pengaruhlangsung bauran pemasaran ritel berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasankonsumen pada Distro Hube Denpasar, bauran pemasaran ritel
berpengaruh positif dansignifikan terhadap orientasi berbelanja pada Distro
Hube Denpasar, dan bauranpemasaran ritel berpengaruh positif dan signifikan
terhadap orientasi berbelanja melaluivariabel kepuasan pada Distro Hube
Denpasar
Layanan ritel merupakan salah satu pembentuk kepuasan
pelanggan, di mana peningkatan kinerja layanan ritel dilakukan dengan cara
memperbaiki kualitas layanan pada aspek fisik, reliabilitas, interaksi
personal, pemecahan masalah, dan kebijakan perusahaan (retail). Kinerja
layanan ritel yang sesuai dengan harapan pelanggan menyebabkan ritel tersebut
akan memiliki keunggulan bersaing di mata konsumen tidak hanya terhadap
kepuasan tetapi juga berdampak pada loyalitas pelanggan (Lu dan Seock, 2008).
Lingkungan dalam toko memiliki peran yang sangat penting
untuk menarik konsumen. Lingkungan toko dengan fasilitas fisiknya beserta
dengan suasana dalam toko, penetapan harga, promosi dan produk yang ditawarkan
suatu toko memberikan stimuli-stimuli yang diterima oleh konsumen tersebut
sehingga menimbulkan persepsi terhadap keseluruhan toko tersebut yang disebut
dengan citra toko (Bloomer, 2002). Dengan berbekal citra toko yang
positif, penyebaran informasi dari mulut ke mulut dapat menyebabkan orang yang
mendapat informasi tersebut akan tertarik dan dengan segera mengunjungi toko
tersebut. Semakin baik citra toko di mata konsumen maka semakin besar pula impulsive
buying yang dilakukan oleh konsumen dan begitu juga sebaliknya (Bloemer dan
Ruyter 2008). Hal ini juga diperkuat oleh penelitian lainnya yang
menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang positif antara citra toko, kepuasan dan loyalitas
pelanggan
(Bloomer, 2002).
Pertumbuhan
swalayan di Payakumbuh telah meningkatkan persaingan di antara perusahaan
perusahaan ritel tersebut. Namun, dalam persaingannya yang ketat tidak semua
swalayan mampu bertahan dan berkembang. Dua di antaranya telah di tutup yaitu
Atlantis Swalayan dan Aprilia Swalayan. Sehingga swalayan yang masih berdiri
sampai sekarang ini adalah Mega Prima Swalayan, Ramayana, Swalayan, dan Niagara
Swalayan.
Untuk dapat
bertahan dan berkembang, sebuah perusahaan perlu memahami perilaku konsumen
agar mampu menimbulkan pembelian ulang konsumen sehingga pada akhirnya dapat
bersaing dengan perusahaan lainnya. Berman dan Evans (2007: 16) menyatakan
“konsumen yang tidak puas dengan pengalaman berbelanja di suatu perusahaan
ritel, cenderung untuk tidak melakukan pembelian ulang di perusahaan
tersebut”.Untuk itu, perusahaan perlu melakukan berbagai strategi agar dapat
memberikan kepuasan pada konsumen dan mempengaruhi konsumen untuk melakukan
pembelian ulang pada perusahaan tersebut.
Berdasarkan
pra survey yang dilakukan terhadap 35 orang konsumen swalayan di kota
Payakumbuh. Maka diketahui, dari 35 orang konsumen yang berbelanja di Mega Prima
Swalayan, 74% berbelanja di Mega Prima Swalayan kurang dari 4 (< 4) kali,
dan hanya 26% yang berbelanja lebih dari 3 (≥4) kali. Sementara itu hanya 49 %
yang berbelanja pada Ramayana swalayan kurang dari 4 (< 4) kali, dan 51 %
yang berbelanja lebih dari 3 (≥4) kali. Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsumen
Mega Prima juga melakukan pembelian di Swalayan lain. Kemudian, tingkat
pembelian ulang konsumen di Mega Prima tergolong rendah di bandingkan dengan
pembelian ulang yang dilakukan konsumen pada Ramayana Swalayan (pesaing). Hal
ini menyebabkan berkurangnya pembeli pada Mega Prima Swalayan, dan kemudian
juga mengakibatkan kurangnya jumlah penjualan Mega Prima Swalayan.
Untuk
menarik dan mempertahankan pelanggan agar tetap melakukan pembelanjaan.
Perusahaan ritel terus berusaha untuk menemukan strategi yang baru. Menurut
Levy&Weitz (2009:21), elemen dalam strategi ritel terdiri atas merchandise
assortment, pricing, location, communication mix, store design and display, dan
customer service.
1.2. Tujuan
Dalam makalah ini penulis ingin mengetahui perkembangan industri ritel terkini perilaku konsumen secara umum
terhadap bisnis retail, pengaruh bisnis retail terhadap konsumen, perkembangan pasar (toko) modern
dan tradisional, faktor-faktor nilai konsumen, strategi
pemasaran ritel terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah penelitian
ini adalah perkembangan industri ritel
terkini perilaku konsumen secara umum terhadap bisnis retail, pengaruh bisnis
retail terhadap konsumen, perkembangan pasar (toko) modern dan tradisional, faktor-faktor
nilai konsumen, strategi
pemasaran ritel terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen.
Bab 2. Pembahasan
2.1. Perkembangan
Industri Ritel Terkini
Krisis keuangan global
yang terjadi pada tahun 2008 tidak secara signifikan mempengaruhi performa
bisnis ritel di Indonesia. Bahkan secara berkesinambungan industri ritel tumbuh
cukup pesat dengan angka omzet yang tumbuh sebesar 21,1% pada tahun 2008
menjadi sebesar Rp94,5 triliun. Bahkan sampai dengan bulan April 2009, total omzet
industri ritel modern Indonesia telah mencapai Rp31,98 triliun, meningkat
sebesar 7,4% dari tahun sebelumnya pada periode yang sama. Salah satu contoh
perkembangan industri ritel yang semakin pesat ini diperlihatkan secara nyata
oleh Carrefour yang telah memiliki 88 gerai (termasuk Carrefour Express) sampai
dengan akhir tahun 2009.
2.2. Perilaku
Konsumen Secara Umum Terhadap Bisnis Retail
Saat ini
persepsi masyarakat terhadap belanja telah mengalami perubahan. Sebelumnya
peran berbelanja dilihat dari sudut pandang fungsionalitasnya. Namun saat ini
belanja telah memberikan peran emosional. Berbelanja telah dianggap sebagai
salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh fungsi rekreasi. Saat
ini, format toko ritel yang ada telah menuju ke arah apa yang diinginkan oleh
konsumen sehingga konsumen merupakan titik sentral dari kebijakan yang akan
diambil oleh pelaku usaha ritel. Di sisi lain, menurut riset dari AC Nielsen,
93% konsumen Indonesia menganggap bahwa berbelanja merupakan salah satu bentuk
rekreasi.
Perkembangan
yang terjadi saat ini menunjukkan semakin kaburnya format ritel. Sebagai
contoh, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) telah memiliki convenience
store di dalamnya. Supermarket/Hipermarket telah memiliki berbagai format
ritel di dalamnya. Tidak hanya personal care, supermarket dan
hipermarket telah menjadi pasar bagi fashion dan alat-alat rumah tangga.
Bahkan saat ini telah ada supermarket yang menjual mobil di dalamnya4. Hal ini
merupakan upaya pelaku usaha ritel untuk menjadikan toko ritel miliknya sebagai
wahana one stop shopping di mata konsumen, sehingga semakin beragam
variasi segmen konsumen yang akan datang ke toko untuk berbelanja.
Konsumen
merupakan titik sentral yang dijadikan barometer oleh pelaku usaha ritel.
Konsumenlah yang mempengaruhi evoluasi format ritel. Saat ini konsumen telah
semakin terfragmentasi. Untuk itu industri ritel dituntut dapat membuat gerai
multiformat untuk menangkap seluruh peluang pasar.
2.3. Pengaruh Bisnis
Retail Terhadap Konsumen
Responden
penelitian dengan proporsi terbesar berdasarkan umur adalah umur 26-35 tahun
yaitu 34%. Proporsi terendah adalahkonsumen umur 46-55 tahun yaitu 14%.
Responden penelitian terbanyak adalah wanita dengan proporsi 74% atau sebanyak
74 orang dan sisanya adalah laki-laki. Mayoritas konsumen Mega Prima Swalayan
berdomisili di Payakumbuh Barat dengan proporsi 40% atau 40 orang. Berdasarkan
pekerjaan diketahui bahwa proporsi terbesar pada penelitian ini adalah pegawai
negeri dengan proporsi 31%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa proporsi
pengelompokan responden berdasarkan pengeluaran kebutuhan rumah tangga per
bulan mayoritas memiliki pengeluaran per bulan Rp 250.000-Rp 500.000 yaitu
sebanyak 26 orang, dan yang memiliki pengeluaran > Rp 1.500.000 perbulan
adalah sebanyak 22 orang.
Penilaian
responden terhadap variable persediaan barang adalah baik, terbukti dengan
tingkat capaian responden sebesar 75,84%. Artinya, Mega Prima Swalayan
Payakumbuh selalu menyediakan produk yang banyak, bervariasi, lengkap,
berkualitas dan selalu tersedia saat konsumen membutuhkannya. Sementara itu,
penilaian responden terhadap harga juga baik, dibuktikan dengan variable
tingkat capaian responden sebesar 76,27%. Artinya Mega Prima Swalayan
menyediakan harga barang dagangan yang lebih rendah dari swalayan lain, harga
barang yang dijual sesuai dengan kualitas, dan daya beli konsumen. Kemudian
untuk variabel lokasi, konsumen menilai Mega prima Swalayan mudah dijangkau
dengan kendaraan umum, memiliki fasilitas parkir yang luas dan aman, serta
dekat dengan kediaman konsumen, dibuktikan dengan tingkat capaian responden
adalah 74,84%. Konsumen juga menilai diskon dan poin belanja yang ditawarkan
Mega Prima Swalayan menarik bagi konsumen, dengan tingkat capaian responden
sebesar74,7%. Selanjutnya, penilaian konsumen terhadap variabel desain dan
tampilan toko adalah baik, dengan tingkat capaian responden sebesar 75,64%.
Artinya, Mega Prima Swalayan memiliki pencahayaan yang terang, temperature
udara yang sejuk, penataan ruangan yang menarik dan teratur, ruangan yang
bersih dan nyaman, sirkulasi dalam toko yang lancar, penataan barang yang rapi
dan mudah ditemukan, serta aroma dalam toko yang menarik. Dan yang terkahir,
penelitian menunjukkan pada variabel keputusan pembelian ulang tingkat capaian
responden adalah baik, terlihat dari tingkat capaian responden sebesar 76,5 %,
artinya tingkat pembelian ulang konsumen pada Mega Prima Swalayan tergolong
tinggi.
2.4.
Perkembangan Pasar (Toko) Modern dan Tradisional
Peraturan
Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern telah memberikan definisi mengenai pasar
tradisional dan pasar modern. Definisi tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri
Perdagangan No. 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang disebutkan mengenai
perbedaan definisi dari pasar tradisional dan modern. Pada pasal 1 angka 2
disebutkan bahwa definisi pasar tradisional adalah sebagai berikut :
“
Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios,
los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya
masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan
proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.”
Sedangkan pada pasal
1 angka 5 disebutkan bahwa toko modern :
“
Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis
barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store,
Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.”
Dari definisi
tersebut ada dua hal yang dapat digarisbawahi. Pertama, di pasar tradisional
terdapat mekanisme tawar menawar. Artinya harga yang ditampilkan mungkin
berbeda dari harga yang disepakati oleh pembeli dengan penjual. Mekanisme ini
tidak terdapat pada toko modern. Pada took modern harga bersifat given dan
konsumen tidak dapat menawar. Kedua, di pasar modern terdapat sistem pelayanan
mandiri dimana konsumen memiliki kebebasan dan keleluasaan untuk berinteraksi
langsung dengan produk yang dijual, berbeda dengan pasar tradisional yang
diletakkan di dalam etalase sehingga konsumen tidak memiliki keleluasaan penuh.
Berikut definisi yang disarikan oleh Pandin (2009) dalam papernya5.
Tabel 4.2.
Definisi Berbagai Format Ritel Modern
2.6. Strategi Pemasaran Ritel terhadap Kepuasan dan Loyalitas Konsumen
Strategi pemasaran ritel adalah
pemasaran yang mengacu kepada variabel, dimana pedagang eceran dapat
mengkombinasikan menjadi jalan alternatif sebagai suatu strategi pemasaran
untuk dapat menarik konsumen. Variabel tersebut umumnya meliputi faktor seperti
: variasi barang dagangan dan jasa yang ditawarkan, harga, iklan, promosi, dan
tata ruang, desain store, lokasi store dan merchanding (Retail marketing
management, 2003). Untuk menjaga kelangsungan hidup serta kemajuan dan
keunggulan dalam bisnis eceran yang semakin kompetitif, maka pengelola bisnis
tersebut harus berupaya menerapkan strategi berupa program bauran penjualan
eceran yang diharapkan memunculkan minat konsumen.
Komponen produk, harga, tempat, dan
promosi atau lebih dikenal dengan 4P (product, price, place, and promotion)
dengan menitikberatkan perhatian yang berbeda-beda pada keempat variabel
tersebut karena tergantung kepada sipembuat keputusan pemasarannya untuk
menyesuaikan dengan lingkungan yang cenderung berubah-ubah yang berusaha
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan mencapai tujuan perusahaan, dimana
konsep tersebut berlaku bagi bisnis eceran dengan penekanan pda faktor yang
berlainan (McCarthy, 1993)
Prinsip dasar pada ritel modern yang terdiri dari 4 P:
a. Product (Produk)
Produk menurut Kotler and Armstrong
(2001) adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepasar untuk diperhatikan,
dimiliki, digunakan, atau dikomsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau
kebutuhan. Menurut Porter (1996), keunggulan suatu produk agar dapat diterima
dan bertahan dipasar ditentukan oleh ciri khas atau keunikan produk tersebut
dibandingkan dengan produk yang lain yang ada dipasar (Porter, 1996).
b. Price (Harga)
Strategi dalam penetapan harga bisa
dilakukan dengan beberapa cara, misalnya : Harga bundling, harga predatory,
harga berbasis kompetisi, harga cost plus, harga berorientasi pasar,
harga premium, harga psikologis, harga dinamis (Kotler and Armstrong, 2010).
Ada tiga pihak yang menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan harga oleh
sebuah perusahaan ritel yaitu konsumen, dirinya sendiri, dan pesaing.
Menurut Ma’ruf (2005) , impementasi strategi
harga antara lain :
·
Penetapan harga secara tetap untuk
periode waktu tertentu dan harga yang ditetapkan secara variatif sesuai
fluktuasi tingkat permintaan konsumen.
·
Penetapan harga ganjil, seperti Rp.
99.000, Rp. 199.000, Rp. 749.000
·
Leader
pricing, penetapan harga dimana profit
marginnya lebih rendah daripada tingkat yang biasa diraih bertujuan untuk
menarik konsumen yang lebih banyak.
·
Penetapan harga paket, yaitu harga
yang didiskon untuk penjualan lebih dari satu unit per itemnya. Harga bertingkat, ini diberlakukan
untuk produk yang mempunyai banyak model dan harga yang beragam.
c. Promotion (Promosi)
Menurut Philip Kotler (1997, p.153)
proses keputusan pembelian dipengaruhi oleh rangsangan pemasaran dan rangsangan
lain. Bauran promosi yang meliputi periklanan (advertising), penjualan
pribadi (personal selling), hubungan masyarakat (public relation)
dan publisitas(publicity), promosi penjualan (sales promotion),
dan pemasaran langsung (direct marketing) adalah bagian dari rangsangan
pemasaran yang merupakan variabel yang dapat dikontrol oleh perusahaan.
Menurut Schoell (1993, p.424),
Tujuan promosi adalah memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan, dan
meyakinkan.
d. Place (Lokasi)
Saluran pemasaran adalah serangkaian
organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan barang
dan jasa siap digunakan atau dikomsumsi (Kotler, 2002). Menurut Losch,
Lokasi penjualan sangat berpengaruh lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap
jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen
makin malas membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual
semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada dipasar
atau dekat dengan pasar.
Lokasi adalah faktor terpenting
dalam pemasaran ritel. Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses
dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang
strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama dengan pramuniaga yang
sama terampilnya dan mempunyai citra toko yang bagus.
Startegi pemasaran yang baik juga
harus didukung dengan kualitas pelayan yang baik. Menurut Christopher H.
Lovelock et.al (1996) menyatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan bentuk
pelayanan yang harus disesuaikan dengan harapan dan kepuasan konsumen didalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Salah satu cara perusahaan untuk tetap
dapat unggul bersaing dengan memberikan pelayanan dengan kualitas yang lebih
tinggi dari pesaingnya secara konsisten. Harapan konsumen dibentuk oleh
pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari mulut kemulut serta promosi yang
dilakukan kemudian dibandingkannya. Menurut Payne (2000) membentuk model kualitas
pelayanan yang menyoroti syarat-syarat utama memberikan kuliatas pelayanan
diantaranya adalah :
Kesenjangan
antara harapan konsumen dengan persepsi management
Kesenjangan
antara persepsi management terhadap harapan konsumen dengan spesifikasi terhadap
kualitas pelayanan.
Kesenjangan
antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian pelayanan.
Kesenjangan
antara pelayanan yang dirasakan dan pelayanan yang diharapkan.
Menurut Zeithaml and Bitner (2003),
kualitas pelayanan mencerminkan evaluasi persepsi konsumen tentang
elemen-elemen jasa (kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, dan kualitas
hasil), kemudian elemen-elemen jasa akan dievaluasi berdasarkan dimensi
kualitas pelayanan yang spesifik, antara lain : kehandalan, daya tangkap,
jaminan, kemudahan dalam melakukan hubungan, dan bukti langsung.
Daftar
Pustaka
·
Laporan
Penelitian, SMERU, Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel
Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia
·
Makalah
Universitas Sumatra Utara, Capter I.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar