Pengaruh Bisnis Retail Terhadap
Pendapatan Daerah dan Nasional
Disusun Oleh
Nama : Annisa Hidayati Amal
Kelas : 1EB18
NPM : 21213136
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
S1 – AKUNTANSI
2014
Daftar Isi
Daftar Isi……………………………………………………………………………………….1
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………..2
1.2. Tujuan ……………………………………………………………………………..3
1.3. Rumusan Masalah………………………………………………………………….3
II. Pembahasan
2.1. Sejarah Bisnis Retail………………………………………………………………4
2.2. Pendapatan Bisnis Retail Nasional………………………………………………..5
2.3. Pendpatan Bisnis Retail di Daerah Yogyakarta…………………………………..6
2.4. Pengaruh Bisnis Retail …………………………………………………………..7
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………10
Bab
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pasar
adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik
yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall,
plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar tradisional adalah pasar
yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah, Swasta,
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama swasta
dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki atau
dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan
usaha skala kecil, modal kecil dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar menawar sedangkan pusat perbelanjaan atau sering disebut pasar modern
adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang
didirikan secara vertical dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan
secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku
usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang.
Ritel atau disebut pula
eceran (bahasa Inggris: retail)
adalah salah satu cara pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang
melibatkan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan
pribadi dan bukan bisnis. Organisasi ataupun seseorang yang menjalankan bisnis
ini disebut pula sebagai pengecer. Pada prakteknya pengecer melakukan pembelian
barang ataupun produk dalam jumlah besar dari produsen, ataupun pengimport baik
secara langsung ataupun melalui grosir, untuk kemudian dijual kembali dalam
jumlah kecil.
Dengan mengacu terhadap kebijakan
pemerintah yang mengarah pada peberdayaan usaha kecil dan menengah, tentunya
akan memberikan peluang bagi pemilik modal untuk membidik pasar yang berkaitan
dengan usaha supermarket. Salah satu unit usaha yang mungkin layak untuk
dijalankan adalah unit usaha penjualan di pasar modern. Unit usaha ini bukan
berarti tidak memberikan dukungan terhadap sektor usaaha kecil dan menengah di
dalam negeri, melainkan sebagai pelaku usaha kita harus pandai memanfaatkan
peluang. Terlebih ketika harga produk lokal mahal dan tidak sebanding dengan
kualitasnya, maka pelaku usaha akan cenderung memilih barang impor yang mampu
memberikan manfaat lebih.
Persaingan dalam usaha penjualan
barang melalui pasar swalayan memang sudah kompetitif. Banyak sekali kitajumpai
beberapa toko, baik sekala besar ataupun skala kecil, baik itu dilakukan di
toko, kios, outlet, atau tempat berjualan lain seperti di pasar, swalayan,
maupun pusat perbelanjaan modern. Untuk dapat bersaing dalam usaha yang
bersangkutan, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan melakukan pemilihan
segmen yang tepat, potensial dan belum banyak digarap oleh pihak lain, kemudian
menawarkan beberapa keunggulan dan nilai lebih bagi konsumen yang menjadi
segmen usaha kita.
Dengan melihat peta dan potensi
pelaku usaha di bidang perdagangan di kota Yogyakarta nampaknya masih ada
peluang untuk mengembangkan pasar modern di selatan kota Yogyakarta. Peluang
ini bisa ditangkap karena Pemerintah Kabupaten Bantul yang membuat kebijakan
membatasan pasar modern, sehingga peluang ini dimanfaatkan oleh Super Indo
untuk mendirikan supermarket yang berlokasi di Jalan Parangtritis Yogyakarta.
1.2. Tujuan
Di dalam makalah ini penulis ingin mengetahui
apa yang dimaksud bisnis retail, sejarah retail, apa pengaruh bisnis retail
terhadap lingkungan, bagaimana pendapatan bisnis retail di nasional dan
bagaimana pendapatan retail di daerah. Tujuan-tujuan tersebut akan dibahas di
dalam makalah ini.
1.3. Rumusan Masalah
Masalah
pokok yang hendak dikaji melalui penelitian ini adalah apa yang dimaksud bisnis
retail dan sejarah bisnis retail, apa pengaruh bisnis retail terhadap
lingkungan, bagaimana pendapatan bisnis retail di nasional dan bagaimana pendapatan
bisnis retail di daerah Yogyakarta.
Bab 2. Pembahasan
2.1.
Sejarah Retail
Persaingan
sengit dalam industri ritel telah melanda negara-negara maju sejak abad
yanglalu, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Persaingan terjadi
terutama antara usaha ritel tradisional dan ritel modern (supermarket dan
hipermarket). Namun, menjelang dekade akhir milenium lalu persaingan telah
meluas hingga ke negara-negara berkembang, di mana deregulasi sektor usaha
ritel yang bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (IAL) telah
berdampak pada pengembangan jaringan supermarket (Reardon & Hopkins 2006).
Reardon et al (2003) menemukan bahwa sejak 2003 pangsa pasar supermarket
di sektor usaha ritel makanan di banyak negara berkembang seperti Korea
Selatan, Thailand, Taiwan, Meksiko, Polandia, dan Hongaria telah mencapai 50%.
Di Brazil dan Argentina, di mana perkembangan supermarket telah lebih dulu
dimulai, pangsa pasarnya mencapai sekitar 60%. Traill (2006) menggunakan
berbagai asumsi dan memprediksi bahwa menjelang 2015, pangsa pasar supermarket
akan mencapai 61% di Argentina, Meksiko, dan Polandia; 67% di Hongaria; dan 76%
di
Brazil.
Supermarket di
Indonesia semuanya milik swasta dan izinnya dikeluarkan oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag). Pemda umumnya tidak berwewenang
untuk menolak izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, meskipun beberapa
pemda mensyaratkan agar supermarket mengajukan izin lokal
Berikut beberapa
pengaturan yang tertuang dalam Perpres 112/2007. Pengaturan tersebut berisi
mengenai penataan ritel kecil/tradisional denganritel modern hingga aturan
mengenai sanksi apabila terjadi pelanggaran atas aturan yang telah ditetapkan
tersebut.
Dalam Perpres
112/2007, lokasi ritel modern diatur agar tidak berbenturan dengan ritel
tradisional. Namun aturan tersebut masih belum nyata karena aturan yang lebih
detil mengenai lokasi tersebut akan diatur oleh Pemerintah Daerah. Adapun ritel
modern yang diatur keberadaan lokasinya dalam perpres ini.
Supermarket
pertama di Indonesia dibuka pada 1970-an, dan jumlahnya meningkat dengan pesat
antara 1977 dan 1992—dengan rata-rata pertumbuhan 85% setiaptahunnya.
Hipermarket muncul pertama kali pada 1998, dengan pembukaan pusat belanja
Carrefour dan Continent (yang kemudian diambil alih oleh Carrefour) di Jakarta.
Dari 1998 hingga 2003, hipermarket bertumbuh rata-rata 27% per tahun, dari 8
menjadi 49 toko. Kendati tidak mudah memastikan jumlah supermarket dan
hypermarket di seluruh Indonesia, sejak 2003, sekitar 200 supermarket dan
hipermarket merupakan milik dari 10 pemilik ritel terbesar
(PricewaterhouseCoopers 2004).
Pertumbuhan
supermarket dalam hal pangsa pasar juga mengesankan. Laporan World Bank (2007)
menunjukkan bahwa pada 1999 pasar modern hanya meliputi 11% dari
total pangsa pasar bahan pangan.
Menjelang 2004, jumlah tersebut meningkat tiga kali
lipat menjadi 30%. Terkait dengan
tingkat penjualan, studi tersebut menemukan bahwa
jumlah penjualan di supermarket
bertumbuh rata-rata 15%, sementara penjualan di ritel
tradisional menurun 2% per tahun.
PricewaterhouseCoopers (2004) memperkirakan
bahwa penjualan di supermarket
akan meningkat 50% antara 2004 dan 2007, dengan
penjualan di hipermarket yang
meningkat 70% pada periode yang sama. Menurut
laporan AC Nielsen Asia Pacific
Retail and Shopper Trend 2005, kecenderungan public untuk berbelanja di
pasar-pasar tradisional telah mengalami penurunan rata-rata 2% per tahun. Meski
pertumbuhan jumlah supermarket di Indonesia terbilang pesat, penduduk yang tinggal
di luar Jakarta dan beberapa kota kecil lainnya di Jawa relatif belum
tersentuh—86% hipermarket berada di Jawa.
2.2.
Pendapatan Retail Nasional
Ada lima
jaringan supermarket terbesar di Indonesia. Dari kelimanya, jaringan Carrefour
dan Superindo menyertakan perusahaan asing sebagai pemegang saham terbesar.
Jaringan-jaringan besar ini beroperasi di kota-kota besar di Indonesia, baik di
Jawa maupun di luar Jawa. Tiga dari lima jaringan terbesar membuka supermarket
dan hipermarket, Carrefour secara khusus mengoperasikan hipermarket, sedangkan
Superindo hanya mengoperasikan supermarket.
Sejak tahun 1997, Super Indo tumbuh dan berkembang
bersama masyarakat Indonesia. Kini, Super Indo telah memiliki 117 gerai yang
tersebar di 16 kota besar di Indonesia dan didukung lebih dari 5400 karyawan
terlatih. Super Indo menyediakan beragam produk kebutuhan sehari-hari dengan
kualitas yang dapat diandalkan, lengkap, harga hemat, dan lokasi toko yang
mudah dijangkau. Kesegaran dan kualitas produk selalu dijaga melalui pilihan
sumber yang baik dan penanganan dengan standar prosedur operasional yang selalu
dipantau. Hal ini menjadikan Super Indo sebagai pilihan tempat berbelanja yang
selalu "Lebih Segar", "Lebih Hemat" dan "Lebih
Dekat".
Super Indo merupakan jaringan ritel internasional
DELHAIZE GROUP, yang berpusat di Belgia dan telah tersebar di 3 benua dan 9
negara (Amerika, Bosnia & Herzegovina, Serbia, Belgia, Rumania, Yunani,
Montenegro, Indonesia, dan Bulgaria) dengan lebih dari 3.451 gerai. Delhaize
Group tercatat di bursa saham Euronext Brussels (DELB) dan the New York Stock
Exchange (DEG).
Super Indo merupakan jaringan ritel internasional Delhaize Group, sebuah
perusahaan ritel produk pangan berpusat di Brussel,
Belgia
yang beroperasi di tiga benua dan sebelas negara (Belgia, Amerika
Serikat, Romania, Yunani, Luksemburg, Indonesia, Serbia, Bulgaria, Bosnia dan Herzegovina, Montenegro,
serta Albania).
Delhaize Group membeli 51% saham Super Indo pada tahun 1997.[1]
Delhaize Group tercatat di bursa saham Euronext
(Euronext: DELB)
dan Bursa efek New York (NYSE: DEG).
Delhaize Group memiliki lebih dari 3.451 gerai pada akhir 2012. Super Indo
memiliki private brand "365". "365" diluncurkan pada
tahun 2006 dan telah memiliki lebih dari 140 jenis produk.
Superindo
merupakan usaha ritel terbesar kelima, yang mulai beroperasi pada 1997 dan pada
2003 memiliki 38 supermarket. Superindo adalah perusahaan pribadi, dan
Delhaize, sebuah perusahaan ritel
Belgia, memiliki proporsi saham terbesar. Total nilai penjualan Superindo pada
2003 mencapai Rp985 miliar (PricewaterhouseCoopers 2003). Membukukan pendapatan
sebesar 233,56 juta euro sepanjang 2011, naik 54,64% dibandingkan realisasi
pendapatan 2010 yang sebesar 151,03 juta euro euro (setara Rp 1,88 triliun
dengan kurs Rp 12.500 per 1 euro) dibanding realisasi pendapatan 2009 sebesar
131,43 juta euro setara Rp 1,64 triliun.. Membukukan pendapatan 62,66 juta euro
(setara Rp 772,21 miliar) sepanjang kuartal III 2011 dibanding realisasi
pendapatan 40,22 juta euro (Rp 495,63 miliar) pada kuartal III 2010. Tahun
2013, Lion Super Indo menargetkan pembukaan 20 gerai supermarket di seluruh
Indonesia. Belanja modal untuk membuka satu gerai diperkirakan sekitar Rp 10
miliar di luar produk dengan total investasi untuk gerai bisa mencapai lebih
dari Rp 200 miliar.
2.3.
Pendapatan Retail di Daerah Yogyakarta
Sampai saat ini,
baik Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Kota Yogyakarta belum memiliki
Peraturan Daerah khusus mengenai perpasaran. Setelah diterbitkannya Perpres No.
112 Tahun 2007, daerah tersebut belum juga merespon dengan membuat aturan
turunan di daerahnya. Namun, bukan berarti Pemerintah Daerah tidak
memperdulikan penataan pasar tradisional dan pasar modern di daerahnya. Salah
satu yang menjadi perhatian utama di Yogyakarta adalah menjamurnya pasar modern
kelas minimarket sampai ke kabupaten dan pedesaan. Selain itu, beberapa dari
minimarket tersebut memiliki jam operasional hingga 24 jam. Hal inilah yang
kemudian meresahkan masyarakat terutama pedagang kecil. Sayangnya, di dalam
Perpres No. 112 Tahun 2007 pun tidak diatur mengenai jam buka dari minimarket.
Kabupaten Bantul
dan Gunung Kidul memiliki kebijakan dimana Bupati masing-masing melarang
dibangunnya pasar modern berkelas besar serta pusat perbelanjaan (mal) di
daerah mereka. Namun kebijakan tersebut belum dituangkan dalam bentuk Perda.
Sehingga larangan tersebut bisa berubah sewaktu-waktu. Larangan tersebut
dilakukan oleh Bupati Bantul untuk melindungi para pedagang pasar di Bantul.
Diketahui bahwa sekitar 14 % penduduk Bantul bermata pencaharian sebagai
pedagang pasar. Bupati Bantul masih memperbolehkan masuknya ritel modern dengan
format minimarket.
Secara
triwulanan, DIY pada triwulan IV 2013 meningkat sebesar 0,02 persen
dibandingkan dengan triwulan III 2013 dan meningkat 4,32 persen dibandingkan
dengan triwulan IV 2012. Dari sisi permintaan/penggunaan, sebagian besar PDRB
2013 digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga dengan proporsi 52,27
persen, diikuti oleh pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi fisik
sebesar 31,26 persen, dan konsumsi pemerintah 26,39 persen.
Hampir
semua komponen PDRB penggunaan mengalami pertumbuhan positif selama tahun 2013
yg diikuti oleh konsumsi rumah tangga sebesar 5,82 persen. Sumber utama
pertumbuhan ekonomi DIY pada tahun 2013 didorong oleh konsumsi rumah tangga dan
ekspor barang dan jasa dengan andil masing-masing sebesar 2,81 persen
Superindo
sebagian besar berada di Pulau Jawa, salah satunya berada di Yogyakarta. Yogyakarta bagian selatan belum memiliki swalayan terlengkap
dibandingkan dengan Yogyakarta bagian utara. Ditambah lagi kebijakan Bupati
Bantul yang melarang keberadaan pasar Swalayan modern beroperasi di sekitar
kabupaten Bantul. Sehingga keberadaan Swalayan PT. Lion Super Indo sangat
dibutuhkan oleh masyarakat di sekitar Bantul Utara.
Dampak dari keberadaan Swalayan
Super Indo berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitar
berdirinya Swalayan Super Indo, dan peningkatan penyerapan tenaga kerja serta
peningkatan kesempatan kerja. Dampak dari berdirinya pasar modern memiliki
dampak negatif yaitu beberapa hasil penelitian menunjukkan
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
Dampak didirikan pasar Modern (Super Indo) terhadap Pendapatan Asli kota
Yogyakarta adalah:
Payback
Period Investasi Swalayan Super Indo Jalan Parangtritis Yogyakarta
(1) Peningkatan retribusi parkir.
Swalayan Super Indo menyediakan lahan parkir yang mampu menampung 70 buah
mobil. (2) Peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan. Lahan yang ditempati Swalayan
Super indo sebesar 3750 m2
2.4.
Pengaruh Retail Terhadap Lingkungan
Dampak terhadap lingkungan
masyarakat.
Dampak didirikan pasar Modern (Super
Indo) terhadap lingkungan masyarakat di sekitar lokasi adalah (1) Adanya
peningkatan ekonomi masyarakat khususnya para karyawan. (2) Adanya lowongan
lapangan pekerjaan baru. (3) Peningkatan gizi masyarakat melalui konsumsi buah
berkualitas.
Dampak terhadap usaha kecil dan
pasar tradisional.
Beberapa kebijakan Pemerintah telah
dikeluarkan untuk menata pengelolaan perpasaran, baik pasar modern maupun pasar
tradisional. Implementasi kebijakan ini menuntut komitmen lebih besar agar
dapat dilaksanakan secara konsisten;
Berdasarkan
hasil penelitian ini diketahui bahwa dampak keberadaan pasar modern terhadap
pasar tradisional adalah dalam hal penurunan omzet penjualan. Hasil analisis menunjukkan
bahwa dari 3 variabel yang diteliti, variabel omzet penjualan pasar tradisional
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah hadirnya pasar
modern dimana omzet setelah ada pasar modern lebih rendah dibandingkan sebelum
hadirnya pasar modern. Sedangkan variabel lainnya, yaitu jumlah tenaga kerja
dan harga jual barang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
NPV
Investasi Pendirian Swalayan Super Indo Jalan Parangtritis Yogyakarta
Dampak utama kegiatan perusahaan tercipta
dari operasi perusahaan. Pendekatan Super Indo dalam mengelola tanggung jawab
sosial didasari pemikiran bahwa tanggung jawab sosial merupakan bagian dari
kegiatan usaha, dan meliputi keinginan untuk selalu belajar dari tindakan kami
serta pengalaman pihak lain.
Super Indo senantiasa menyempurnakan
kinerja kami, melalui penerapan petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha skala
nasional dan internasional, termasuk standar Program Peringkat Kinerja
Lingkungan (PROPER) dan standar operasi internasional (ISO). Kegiatan usaha
Super Indo lebih dari menciptakan lapangan pekerjaan, juga mengembangkan sumber
daya manusia demi kepentingan perusahaan dan masyarakat.
Dampak yang lebih luas diciptakan
melalui rantai nilai, mulai dari pemasok, pelanggan, hingga konsumen. Kami
memperkenalkan standar perilaku usaha bagi pemasok, yang disebut Business
Partner Code, dan menerapkan “Supplier Quality Management Programme” (SQMP)
untuk mendorong pemasok dalam meningkatkan kemampuan dan kinerja mereka.
Super Indo bermitra dengan berbagai
jenis distributor independen untuk meningkatkan semangat kewirausahaan,
menciptakan lapangan kerja, serta memberikan keuntungan bagi usaha-usaha lokal.
Memenuhi Panggilan Masyarakat (Kontribusi Sukarela) Kontribusi suka rela
terhadap masyarakat secara luas, yang dilakukan melalui kemitraan dengan LSM,
badan pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat, terlihat seperti “puncak
gunung es” yang merupakan dampak yang lebih besar dari kegiatan perusahaan yang
sesungguhnya. Kontribusi tersebut mencakup program-program berkesinambungan,
yang dilaksanakan secara profesional di bawah Yayasan Lion Super Indo Peduli.
Super Indo mendorong para karyawan
untuk ikut berbagi hati, pikiran dan pengalaman melalui kegiatan bakti sosial
sukarela bagi yang membutuhkan, seperti yatim piatu, anak jalanan, penduduk
(miskin) pedesaan, pengungsi dan lainnya.
Daftar
Pustaka
www.smeru.or.id/report/research/supermarket/supermarket_ind.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar