Judul
Jurnal
|
Pengaruh Gender, Pemahaman Kode Etik Profesi Akuntan Terhadap Auditor
Judgment
|
Volume
/ Halaman
|
Vol.1.No.1,
September 2010
|
Nama
Penulis
|
Ery Wibowo, SE, M.Si, Akt
|
Tahun Jurnal
|
2010
|
Tujuan
Penelitian
|
Untuk mengetahui apakah gender memiliki pengaruh dalam
tingkat pemahaman etika
profesi dan apakah etika profesi memiliki pengaruh terhadap
pertimbangan auditor (auditor judgment)
|
Metode
|
Jenis
penelitian yang digunakan adalah
penelitian lapangan (field research), yaitu
penelitian yang dilakukan
dengan mengumpulkan data melalui survei
di lapangan. Populasi
dalam penelitian ini adalah
auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik
(KAP) yang ada di kota Semarang.
|
Variabel
Penelitian
|
Pengaruh Gender, Pemahaman Kode Etik Profesi Akuntan
|
Hasil
Penelitian
|
Dari hasil
pengujian dengan Uji beda
T-Test,maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis
pertama diterima. Alasannya
karena, secara statistic apabila dilihat
signifikansi dari nilai t sebesar 0,001
lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan
pemahaman kode etik yang signifikan
antara auditor perempuan dibandingkan
dengan auditor laki-laki.
Sementara itu
pada hipotesis ke dua,
pengujian pengaruh pemahaman kode etik
terhadap auditor judgment dengan
menggunakan regresi berganda menunjukkan
hasil yang signifikan
terhadap auditor
judgment. Hal ini dapat dilihat pada
nilai signifikansinya sebesar 0,002 yang
lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan
hasil pengujian regresi berganda
secara individual dapat disimpulkan
bahwa hipotesis Hipotesis kedua diterima.
Hal ini mengindikasikan bahwa
Semakin baik pemahaman auditor
mengenai kode etik maka semakin
baik pertimbangan yang dilakukan
pada saat melaksanakan audit.
Dengan demikian, seorang
auditor yang bertindak
baik atau etis dalam melaksanakan
tugasnya adalah auditor yang
memenuhi kewajibannya, yaitu patuh terhadap
kode etik akuntan akan meningkatkan
kemampuan menilai ada
tidaknya permasalahan etika pada lingkungan
pekerjaannya, serta membuat
pertimbangan-pertimbangan di dalam
mengambil tindakan yang dapat
dibenarkan secara etika. Dengan patuh terhadap
kode etik akuntan, seorang
auditor diharapkan dapat bertindak
secara profesional. Salah satu satu tindakan
yang profesional adalah tindakan
yang dapat dibenarkan secara
etika.
|
Kesimpulan
|
Berdasarkan
hasil uji statistic yang
dilakukan yaitu uji beda dengan t-testdan uji
hubungan dengan regresi berganda,
maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.
Semakin baik pemahaman auditor mengenai
kode etik maka semakin baik
pertimbangan yang dilakukan pada saat
melaksanakan audit.
2.
Ada beda pemahaman kode etik antara
auditor perempuan dengan auditor
laki-laki.
|
Pendapat
Mengenai Jurnal
|
Menurut saya jurnal ini masih memiliki kekurangan yaitu penelitian ini
menyelidiki pengaruh pemahaman
kode etik dan
pengalaman
terhadap auditor judgment dengan
menggunakan survey sehingga kurang bisa dipergunakan
untuk melihat perbedaan yang jelas untuk masing-masing responden. Selain itu model
penelitian hanya dapat menjelaskan
sebesar 30%. Terlihat dari jumlah
adjusted R square yang hanya 0,300. Saran saya sebaiknya penelitian ini menggunakan
metode eksperimen
sehingga perbedaan perlakuan
responden dapat terlihat
dengan jelas. Tetapi, menurut saya jurnal ini juga
sudah baik karena setelah penelitian penulis sudah menjalaskan bagaimana menjadi
seorang
auditor yang bertindak
baik atau etis dalam melaksanakan
tugasnya. Meskipun memiliki perbedaan kode etik antara auditor
perempuan dengan auditor laki-laki, tetapi saya harap auditor laki-laki bisa
lebih baik lagi seperti auditor perempuan dan auditor perempuan juga
diharapkan dapat memaksimalkan kinerjanya. Selain itu bagi auditor,
diharapkan agar menempatkan
auditor sesuai dengan pengalaman
dan kemampuan teknis sehingga
dapat membuat auditor judgment secara
profesional.
|
Kamis, 20 Oktober 2016
Review Jurnal Etika Profesi
Minggu, 02 Oktober 2016
Etika Profesi
Pada kali ini saya akan membahas mengenai etika profesi. Sebelum
mengetahui apa itu etika profesi lebih dalam, mari kita bahas satu-satu
terlebih dahulu dimulai dari apa itu etika, selanjutnya apa itu profesi, dan
apa itu etika profesi.
Kata etika
berasal dari dua kata Yunani
yang hampir sama bunyinya,
namun berbeda artinya. Pertama berasal dari kata ethos yang berarti kebiasaan atau adat, sedangkan
yang kedua dari kata
ethos, yang artinya perasaan batin atau
kencenderungan batin yang mendorong manusia
dalam perilakunya.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Departemen P dan K,
1988), etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti sebagai berikut.
1.
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2.
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak;
3.
Nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan/ masyarakat.
Sedangkan profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan “profesi” selalu
dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan
tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi
menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu
pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang
orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan
yang dikembangkan khusus untuk itu.
Jadi etika profesi menurut keiser dalam (
Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk
memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban
dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban
terhadap masyarakat.
Peran etika profesi dalam kehidupan bermasyarakat
sangatlah penting, maka etika profesi memiliki beberapa fungsi. Fungsi Etika Menurut
Bertens, (1994) yaitu:
1.
Kata etika bisa dipakai dalam arti
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang/suatu kelompok masyarakat
dalam mengatur perilakunya;
2.
Etika berarti kumpulan asas atau nilai
moral, yang dimaksud disini
adalah kode etik;
3.
Etika mempunyai arti bagi ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika disini sama artinya
dengan filsafat moral.
Ada dua macam etika profesi, diantaranya yaitu pertama etika
deskriptif. Etika deskriptif
yaitu etika yang berusaha
meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan prilaku manusia
dan apa yang dikejar oleh manusia
dalam hidup ini sebagai sesuatu
yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil. Kedua adalah etika normatif. Etika normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Etika
Normatif juga memberi penilaian sekaligus member norma sebagai dasar dan kerangka
tindakan yang akan dilakukan.
Dua istilah, yaitu etika dan etiket dalam
kehidupan sehari-hari kadang-kadang diartikan sama, dipergunakan silih
berganti. Kedua istilah tersebut memang hampir sama pengertiannya, tetapi tidak
sama dalam hal titik berat penerapan atau pelaksanaannya, yang satu lebih luas
dari pada yang lain.
Istilah etiket
berasal dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan,
yang lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu
undangan yang dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah
etiket lebih menitikberatkan
pada cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakaian, cara menerima tamu
dirumah maupun di kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket adalah aturan
sopan santun dalam pergaulan.
Etiket
juga merupakan aturan-aturan konvensional melalui tingkah laku individual dalam
masyarakat beradab, merupakan tatacara formal atau tata krama lahiriah untuk
mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status social masing-masing
individu.
Diatas
dikatakan bahwa etiket merupakan kumpulan cara dan sifat perbuatan yang lebih
bersifat jasmaniah atau lahiriah saja. Etiket juga sering disebut tata krama,
yakni kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia setempat. Tata berarti adat,
aturan, norma, peraturan. Sedangkan krama berarti sopan santun, kebiasaan sopan
santun atau tata sopan santun. Sedangkan etika menunjukkan seluruh sikap
manusia yang bersikap jasmaniah maupun yang bersikap rohaniah. Kesadaran
manusia terhadap kesadaran baik buruk disebut kesadaran etis atau kesadaran
moral.
Dapat disimpulkan
bahwa pengertian dari etiket
adalah tata aturan pergaulan yang
disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkahlaku pada anggota masyarakat tersebut.
Dari uraian diatas, mengenai
perbedaan etika dan etiket, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Etika berlaku kapanpun, baik dalam
pergaulan dengan orang lain maupun dalam kehidupan pribadi. Dengan kata lain,
etika berlaku bagi siapa saja meskipun tidak ada orang yang menyaksikan. Sebagai
contoh, mencuri adalah perbuatan yang
dilarang, meskipun ketika melakukan hal itu tidak ada orang lain yang
menyaksikan. Contoh lain, ketika kita meminjam suatu barang, maka barang tersebut
nantinya harus tetap dikembalikan, meskipun pihak yang meminjamkan lupa.
Sedangkan etiket hanya berlaku dalam pergaulan saja, artinya
etiket hanya berlaku ketika ada orang lain yang menyaksikan perbuatan yang kita
lakukan, dan ketika tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Sebagai
contoh, mengangkat kaki ke atas meja,
bersendawa, maupun berbicara ketika sedang makan bersama orang lain dianggap
perbuatan (cara makan) yang tidak sopan dan melanggar etiket dan tidak boleh
dilakukan. Akan tetapi ketika jika perbuatan tersebut dilakukan ketika sedang
sendirian (tidak ada saksi mata) maka cara makan yang demikian itu tidaklah
melanggar etiket dan boleh dilakukan.
Contoh lain, buang angin ketika sedang bersama
orang lain meskipun tidak bersuara dan tidak berbau merupakan perbuatan yang
tidak sopan, akan tetapi jika buang angin meskipun mengeluarkan suara dan
berbau akan tetapi pada saat itu tidak sedang bersama orang lain, maka hal itu
tidaklah melanggak etiket.
2. Etika bersifat absolut, artinya
etika memiliki ketentuan atau prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, di
mana perbuatan baik mendapatkan pujian, sedangkan perbuatan buruk harus
mendapatkan sanksi atau hukuman. Sebagai contoh, larangan untuk membunuh, dan larangan
mencuri, di mana ketika seseorang melakukan pembunuhan atau pencurian, maka ia
harus mendapatkan sanksi atau hukuman.
Sedangkan Etiket bersifat relative, artinya sesuatu yang
menurut suatu budaya dianggap sebagai hal yang tidak sopan, akan tetapi belum
tentu budaya lain memiliki anggapan yang sama. Bisa saja hal itu dianggap
sebagai hal yang wajar atau hal yang sopan. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan
makan tanpa menggunakan sendok maupun garpu alias makan dengan menggunakan
tangan, bagi sebagian kalangan dianggap sebagai hal yang wajar dan tidak
apa-apa dilakukan. Akan tetapi bagi sebagian kalangan lainnya menganggap hal
itu sebagai perbuatan yang tidak sopan.
3. Etika berkaitan dengan cara
dilakukannya suatu perbuatan yang sekaligus memberikan norma dari perbuatan itu
sendiri. Contoh
: Mengambil barang-barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya merupakan
suatu perbuatan yang dilarang, karena perbuatan tersebut sama saja dengan
mencuri.
Sedangkan Etiket berkaitan dengan tata cara dari suatu
perbuatan yang harus dilakukan oleh manusia. Contoh : ketika menyerahkan
sesuatu kepada orang lain, hendaknya perbuatan itu dilakukan dengan menggunakan
tangan kanan. Dan jika perbuatan tersebut dilakukan dengan tangan kiri, maka
dianggap telah melanggar etika.
4. Etika memandang manusia dari segi
dalam (bathiniah).
Sebagai contoh, orang yang benar-benar baik, tentu ia akan bersikap etis. Dan
jika orang itu bersikap etis, maka mustahil ia memiliki sifat munafik. Contoh lain, seseorang yang telah mencuri tetap
saja dianggap sebagai pencuri, meskipun ia memiliki tutur kata yang baik.
Lain halnya dengan etiket, di mana etiket memandang
seseorang dari segi luarnya (secara lahiriyah), artinya meskipun seseorang
selalu berpegang pada etiket, akan tetapi ia bisa saja bersifat munafik. Sebagai
contoh, akhir-akhir ini banyak sekali
serigala berbulu domba, di luar tampak baik, akan tetapi di dalam hatinya
menyimpan berbagai macam niat buruk. Contoh lain, sekarang ini, banyak sekali
orang-orang yang memiliki penampilan serta tutur kata yang baik, akan tetapi ternyata
hal itu digunakan untuk mengelabuhi orang lain agar niat dan tindak kejahatnya
bisa berhasil.
Dari
uraian perbedaan etika dan etiket tersebut, jelaslah bahwa etika adalah yang
utama dan mendasar untuk membentuk sikap dan perilaku untuk selanjutnya apabila
didukung oleh pengalaman etiket yang
baik, maka sikap dan perilaku tersebut akan sempurna.
Apabila
telah mempunyai etika yang baik tetapi tidak didukung oleh etiket yang baik
pula, maka kita akan gagal karena secara lahiriah kita kurang disenangi,
dihormati atau dihargai oleh orang lain. Akan tetapi sebaliknya, apabila kita
hanya mengamalkan etiket yang baik tanpa didukung dengan etika, maka dalam jangka waktu yang pendek
kita akan tampak berhasil, karena kita telah berhasil memanipulasi nurani, batin
kita dengan penampilan lahiriah yang meyakinkan, sehingga kita akan dihargai,
dihormati, dan disenangi. Agar kita dapat dihargai dan disenagi orang lain
sepanjang masa, maka kita harus dapat mengamalkan secara bersama-sama antara
etika dan etiket.
Meskipun etika profesi diatur sedemikian rupa tidak sedikit
yang melanggar etika profesi itu sendiri. Ada faktor - faktor yang mempengaruhi pelanggaran etika, yaitu pertama kebutuhan individu. Sebagai contoh, cara
berpakaiaan yang tidak sopan dan melanggar lalu
lintas demi kebutuhan yang mendesak. Kedua tidak ada pedoman, sebagai
contoh seseorang individu tidak mengetahui
aturan yang berlaku di sekitarnya. Ketiga perilaku kebiasaan individu, sebagai
contoh kebiasaan buruk sering dibawa-bawa
kedalam kehidupan sehari-hari. Keempat lingkungan tidak etis, sebagai
contoh lingkungan yang tercemar. Dan
kelima perilaku
orang yang ditiru, sebagai contoh mengikuti gaya bertato dan tindik di telinga bagi
laki-laki.
Dengan adanya pelanggaran etika maka
dibuatlah sanksi. Sanksi ini dapat berupa sanksi sosial dan sanksi hukum. Pertama, adalah sanksi sosial, sanksi ini biasa diberikan oleh
masyarakat tanpa melibatkan pihak berwenang seperti sanksi ganti rugi dan
pengucilan dari masyarakat sekitar. Kedua, sanksi hukum, sanksi ini diberikan
oleh pihak berwenang, dalam hal ini pihak kepolisian dan hakim. Pelanggaran
yang dilakukan tergolong pelanggaran berat seperti kasus korupsi dan harus
diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata.
Setelah kita mengetahui semua tentang etika
profesi untuk dapat lebih dimengerti yuk kita simak satu kasus etika profesi
dibawah ini.
Transparansi serta kejujuran dalam
pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi
ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik
negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan
yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar
Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia
harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Kerugian ini terjadi
karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak
pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan
sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak
dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian,
kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah
terjadi di sini. Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa
kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai
pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa
piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan.
Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui
menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang
berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan
sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90
milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT
Kereta Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga,
akumulasi permasalahan terjadi disini.
PT KAI sebagai suatu lembaga
memang memiliki kewenangan untuk menyusun laporan keuangannya dan memilih
auditor eksternal untuk melakukan proses audit terhadap laporan keuangan
tersebut. Tetapi, PT KAI tidak boleh mengabaikan dimensi organisasional
penyusunan laporan keuangan dan proses audit. Ada hal mendasar yang harus
diperhatikannya sebagai wujud penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance). Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar
memiliki integritas serta prosesnya harus terlaksana berdasarkan
kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya, dalam hal ini PSAK dan SPAP.
Selain itu, auditor eksternal wajib melakukan komunikasi secara benar
dengan komite audit yang ada pada PT Kereta Api Indonesia guna membangun
kesepahaman (understanding) diantara seluruh unsur lembaga. Selanjutnya,
soliditas kelembagaan diharapkan tercipta sehingga mempermudah penerapan sistem
pengendalian manajemen di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang
perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas
sebagai salah satu pengampu kepentingan.
Sumber:
Langganan:
Postingan (Atom)